BERPIKIRLAH CUKUP DENGAN APA YANG KAU MILIKI

Kamis, 24 Oktober 2013

BAB V MUNAKAHAT

BAB V.    MUNAKAHAT

A.       KETENTUAN HUKUM ISLAM TENTANG PERNIKAHAN

1.      Pengertian

Munakahat berarti pernikahan atau perkawinan. Kata dasar pernikahan adalah nikah. Kata nikah memiliki persamaan dengan kata kawin.
Menurut bahasa Indonesia, kata nikah berarti berkumpul atau bersatu.
Dalam istilah syari’at, nikah itu berarti melakukan suatu akad atau perjanjian untuk mengikatkan diri antara seorang laki-laki dan seorang perempuan serta menghalalkan hubungan kelamin antara keduanya dengan dasar suka rela dan pertujuan bersama, demi terwujudnya keluarga (rumah tangga) bahagia, yang diridhai oleh Allah SWT.
Nikah termasuk perbuatan yang telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW atau sunah Rasul. Dalam hal ini, disebutkan dalam hadits Rasulullah SAW yang artinya,
“Dari Anas bin Malik r.a., bahwasanya Nabi SAW memuji Allah SWT dan menyanjung-Nya, beliau bersabda, ‘Akan tetapi akuu salat, tidur, berpuasa, makan, dan menikahi wanita, barangsiapa yang tidak suka dengan perbuatanku, maka dia bukanlah golonganku.”’ (H.R. Bukhari dan Muslim)



2.  Hukum Nikah

Menurut sebagian besar ulama, hukum nikah pada dasarnya adalah mubah, artinya boleh dikerjakan dan boleh ditinggalkan. Jika dikerjakan tidak mendapat pahala, dan jika ditinggalkan tidak berdosa.
Ditinjau daei segi kondisi orang yang melakukan pernikahan, hukum nikah dapat berubah menjadi sunah, wajib, makruh, atau haram. Penjelasannya sebagai berikut :
1.      Sunah
Bagi orang yang ingin menikah, mampu menikah, dan mampu pula mengendalikan diri dari perzinaan----walaupun tidak segera menikah---maka hukum nikah adalah sunah.
Rasulullah SAW bersabda, “Wahai para pemuda, jika diantara kamu sudah memiliki kemampuan untuk menikah, hendaklah ia menikah, karena pernikahan itu dapat menjaga pandangan mata dan lebih memelihara kelamin (kehormatan); dan barangsiapa tidak mampu menikah, hendaklah ia berpuasa, sebab puasa itu menjaga baginya.” (H.R Bukhari)

2.      Wajib
Bagi orang yang ingin menikah, mampu menikah, dan ia khawatir berbuat zina jika tidak segera menikah, maka hukum nikah adalah wajib.

3.      Makruh
Bagi orang yang ingin menikah, tetapi belum mampu memberi nafkah terhadap istri dan anak-anaknya, maka hukum nikah adalah makruh.

4.      Haram
Bagi orang yang bermaksud menyakiti wanita yang akan ia nikahi, hukum nikah adalah haram.

3.  Tujuan Pernikahan
Secara umum, tujuan pernikahan menurut Islam adalah untuk memenuhi hajat manusia (pria terhadap wanita atau sebaliknya) dalam rangka mewujudkan rumah tangga yang bahagia, sesuai dengan ketentuan-ketentuan agama Islam.
Apabila tujuan pernikahan yang bersifat umum itu diuraikan secara terperinci, tujuannya adalah :
v  Untuk memperoleh rasa cinta dan kasih sayang, Allah SWT berfirman :
وَجَعَلَ بَيْنَكُمَ مَّوَدَّةً وَرَحْمَةً قلى ....
Artinya :“Dan jadikan-Nya diantara kamu rasa kasih dan sayang...” (Q.S. Ar Rum, 30: 21)
v  Untuk memperoleh kesenangan hidup (sakinah). Allah SWT berfirman :

وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا
Artinya : “Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya...” (Q.S. Ar Rum, 30: 21)
v  Untuk meemenuhi kebutuhan seksual (birahi) secara sah dan diridhai Allah SWT.
v  Untuk memperoleh keturunan yang sah dalam masyarakat. Allah SWT berfirman :
الْمَالُ وَالْبَنُونَ زِينَةُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا
Artinya : “Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia...” (Q.S. Al Kahfi, 18: 46)
v  Untuk mewujudkan keluarga bahagia di dunia dan akhirat.

5.        Rukun Nikah

Rukun nikah berarti ketentuan-ketentuan dalam pernikahan yang harus dipenuhi agar pernikahan itu sah.
 Rukun nikah ada 5 macam, yakni :
1.      Ada calon suami, dengan syarat : laki-laki yang sudah dewasa (19 tahun), beragama Islam, tidak dipaksa/terpaksa, tidak sedang dalam ihram haji atau umrah, dan bukan mahram calon istrinya.
2.      Ada calon istri, dengan syarat : wanita yang sudah cukup umur (16 tahun), bukan perempuan musyrik, tidak dalam ikatan perkawinan, dengan orang lain, bukan mahram bagi calon suami dan tidak dalam keadaan ihram haji atau umrah.
3.      Ada wali nikah, yaitu orang yang menikahkan mempelai laki-laki dengan mempelai wanita atau mengizinkan pernikahannya. Rasulullah SAW bersabda :
اَيُّمَا اِمْرَاَةٍ نَكَحَتْ بِغَيْرِ اِذْ نِ وَ لِيُّهَا فَنِكَا حُهَا بَاطِلٌ....
( رواه الامام الاربعة الا نسائ و صححه ابو عوامه ابن حبان و حكم )
Artinya : “Dari ‘Aisyah r.a. ia berkata, ‘Rasulullah SAW telah bersabda, “Siapa pun perempuan yang menikah dengan tidak seizin walinya, maka batallah pernikahannya.’” (H.R. Imam yang empat, kecuali An-Nasai dan disahkan oleh Abu ‘Awamah, Ibnu Hibban, dan Al-Hakim)
Wali nikah dibagi menjadi 2 macam :
a)      Wali Nasab, yaitu wali yang mempunyai pertalian darah dengan mempelai wanita yang akan dinikahkan.
b)      Wali Hakim, yaitu kepala negara yang beragama Islam.
Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh seorang wali nikah adalah :
a.       Beragama islam.
b.      Laki-laki.
c.       Balig dan berakal.
d.      Merdeka dan bukan hamba sahaya.
e.       Bersifat adil.
f.       Tidak sedang ihram haji atau umrah.

4.      Ada 2 orang saksi.
5.      Ada akad nikah yakni ucapan ijab qabul.
Ijab adalah ucapan wali (dari pihak mempelai wanita), sebagai penyerahan kepada mempelai laki-laki.
Qabul adalah ucapan mempelai laki-laki sebagai tanda penerimaan.

Dari penjelasan di atas, kewajiabn suami istri dapat dijabarkan sebagai berikut;
1.               kewajiban suami, antara lain.
a. memberikan kebutuhan hidup, baik materiil maupun spiritual
b. melindungi keluarganya dari berbagai ancaman seta memelihara diri dan keluargannya dari perbuatan dosa;
c. mengasihi istri sebagaimana tuntunan agama;
d. membimbing dan mengarahkan seluruh keluarga ke jalan yang benar;
e. sopan dan hormat terhadap orang tua, baik kepada mertua ataupun keluarganya.
2.               kewajiban istri, antara lain,
a. menjaga kehormatan diri dan rumah tangganya;
b. membantu suami dalam mengatur rumah tangga;
c. mendidik, memelihara, dan mengajarkan agama kepada anak-anaknya;
d. sopan dan hormat terhadap orang tua, baik mertua maupun keluarganya
6.               Hikmah Nikah
Beberapa hikmah nikah yang dapat diperoleh dari pernikahan yang sah adalah sebagai berikut.
1.               pernikahan merupakan jalan keluar yang paling baik untuk memenuhi kebutuhan seksual.
2.               pernikahan merupakan jalan terbaik untuk memuliakan anak, memperbanyak keturunan, melestarikan hidup manusia, serta memlihara nasab.
3.               pernikahan menumbuhkan naluri kebapakan dan keibuan yang menumbuhkan pula perasaan cinta dan kasih sayang.
4.               pernikahan menimbulkan sikap rajin dan sungguh-sungguh dalam bekerja karena adanya rasa tanggung jawab terhadap keluarganya.
5.               pernikahan akan mempererat tali kekeluargaan yang dilandasi rasa saling menyayangi sebagai modal kehidupan masyarakat yang aman dan sejahtera.
7.               Talak
1.      Pengertian
Talak berarti melepaskan atau menanggalkan dan sering pula disebut dengan istilah cerai. Menurut istilah, talak atau cerai adalah melepaskan seorang perempuan dari ikatan perkawinannya. Dasar hukum diperbolehkannya talak adalah Al-Qur’an Surat Al-Baqarah Ayat 227 berikut ini.
Artinya :
Dan jika mereka berazam (bertepatan hati untuk) talak, sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.(Q. S. Al-Baqarah:227)
Namun, seseorang yang ingin menceraikan istrinya hendaklah memikirkan terlebih dahulu untung ruginya, manfaat dan mafsadahnya, baik untuk dirinya sendiri maupun untuk istri dan anak-anaknya. Walaupun diperbolehkan, talak adalah perbuatan yang tidak disukai Allah swt. Hal ini dijelaskan Rosulullah saw. Dalam hadist berikut ini.
Artinya :
Perbuatan halal yang sangat dibenci Allah ialah talak ( H.R. Abu Dawud, dan Ibnu Majjah)

2.               Hukum Talak
Dengan mempertimbangkan kondisi yang menyebabkannya, hukum talak ada empat, yaitu makruh, haram, sunah dan wajib.
1.               makruh adalah hukum asal talak
2.               haram adalah hukum talak yang dijatuhkan dalam dua keadaan. Keadaan yang pertama adalah ketika istri dalam keadaan haid dan yang kedua ketika istri dalam keadaan suci, tetapi telah digauli dalam waktu suci tersebut.
3.               Sunah adalah apabila suami tidak anggup lagi menunaikan kewajibannya dalam memberi nafkah dengan cukup atau istri tidak mampu lagi menjaga kehormatan dirinya.
4.               Wajib adalah apabila terjadi perselisihan antara suami dan istri serta menurut hakim keduannya sudah tidak bisa lagi disatukan sehingga harus bercerai.

3.Macam-Macam Talak
Talak merupakan hak dan diucapkan suami. Kalimat yang dipakai untuk menalak atau menceraikan ada dua macam, yaitu sarih dan kinayah.
1.               sarih (terang) adalah kalimat yang tidak diragukan lagi kejelasannya bahwa sang suami telah memutuskan ikatan perkawinannya. Contohnya, “ Engkau saya talak!”, atau “ Saya ceraikan engkau!”
2.               kinayah (sindiran) adalah kalimat yang masih diragukan kejelasannya bahwa sang suami memutuskan ikatan perkawinannya. Artinya, kalimat itu msih dapat diartikan degan arti lain. Misalnya, suami berkata, “Pulanglah engkau ke rumah orang tuamu” Kalimat itu tidak menyatakan secara jelas bahwa suami bermaksud menceraikan istrinya. Oleh karena itu, sah tidaknya talak dengan kalimat semacam itu tergantung dari niat suami. Apabila bermaksud menceraikan istrinya dengan kalimat itu, talak dianggap sah. Namun, apabila suami tidak bermaksud menceraikan istrinya dengan kalimat itu, talak dianggap tidak sah.
Berdasarkan boleh tidaknya seorang suami kembali kepada istrinya, talak terbagi menjadi dua macam, yaitu talak raj’i dan talak bain
1.               talak raj’i adalah talak yang membolehkan suami rujuk kembali kepada bekas istrinya dengan tidak memerlukan akad nikah kembali. Talak ini adalah talak pertama dan kedua.
2.               Talak bain adalah talak yang tidak membolehkan suami rujuk kembali kepada bekas istrinya, kecuali dengan persyaratan tertentu. Talak ini disebut juga talak tiga. Talak bain terdiri dari dua macam, yaitu talak bain sugra dan talak bain kubra.
1) talak bain sugra adalah talak yang dijatuhkan kepada istri yang belum dicampuri. Dalam talak bain sugra, suami tidak boleh rujuk kembali kepada istri. Akan tetapi, mereka boleh menikah kembali, baik dalam masa idah maupun sesudah masa idah. Dalam hal ini, keduanya harus melakukan akad nikah lagi.
2) Talak bain kubra adalah talak yang tidak membolehkan suami rujuk atau menikah kembali dengan bekas istri, kecuali memenuhi persyaratan yang ditentukan Allah swt. Syarat-syarat itu termaktub dalam Al-Qur’an Surat Ayat 230. menurut ayat tersebut, syarat untuk kembali setelah talak bain kubra adaah abapila bekas istrinya telah .
a) kawin dengan laki-laki lain
b) bercampur dengan suami yang kedua
c) diceraikan oleh suami yang kedua
d) habis masa idahnya dari suami yang kedua
8.               Idah
1.               Pengertian Idah
Idah adalah masa menunggu (tidak boleh menikah) yang diwajibkan bagi perempuan yang diceraikan oleh suaminya, baik cerai hidup atau cerai mati. Idah bagi perempuan dimaksudkan untuk mengetahui apakah selama masa idah itu perempuan tersebut hamil atau tidak. Apabila hamil, anak tersebut adalah anak suami yang menceraikannya. Dengan demikian, garis nasab anak tersebut akan jelas.
2.               Ketentuan Idah
Ketentuan idah adalah sebagai berikut
1.               Idah bagi perempuan hamil yang dicerai suamina sampai dengan lahirnya anak yang dikandungnya.
2.               Idah bagi perempuan hamil yang dicerai suaminya adalah sebagai berikut
1) bagi wanita yang sudah dicampuri, sedangkan dia masih dalam keadaan haid, idahnya adalah tiga quru’ (tiga kali suci)
2) bagi wanita yang sudah dicampuri, sedangkan ia tidak pernah haid karena masih kecil atau karena lanjut usia (menopause), idahnya adalah selama tiga bulan.
3) Bagi wanita yang belu pernah dicampuri, baginya tidak ada masa idah.
3.               Idah bagi perempuan yang dicerai mati adalah empat bulan sepuluh hari.

9.               Rujuk
1.Pengertian
Rujuk adalah mengembalikan istri yang telah diceraikan pada ikatan perkawinan semula (sebelum diceraikan). Rujuk tidak memerlukan akad baru sebab akan ada yang lama terputus dan hanya meneruskan perkawinan yang lama.
2.               Hukum Rujuk
Hukum rujuk adalah jaiz atau mubah. Hukum ini dapat berubah-ubah sesuai dengan keadaan. Hukum rujuk adalah wajib, sunah makruh, dan haram.
1.               wajib adalah hukum rujuk bagi suami yang mempunyai istri lebih dari satu, sedangkan istri yang diceraikan belum mendapat giliran yang adil. Oleh karena itu ia wajib rujuk untuk menyempurnakan gilirannya.
2.               Sunah adalah apabila dengan rujuk keadaan rumah tangga suami istri tersebut lebih baik.
3.               Makruh adalah apabila dengan rujuk keadaan rumah tangga suami istri tersebut menjadi lebih buruk.
4.               Haram adalah apabila dengan rujuk istri menjadi lebih menderita.
3.               Rukun Rujuk
Rukun rujuk adalah istri, suami dan sigat rujuk.
1.               Istri harus memenuhi beberapa syarat, yaitu pernah digauli, ditalak raj’i, dan masih dalam masa idah.
2.               Suami harus memenuhi beberapa syarat, yaitu Islam dan tidak dipaksa atau terpaksa.
3.               Sigat rujuk adalah ucapan yang menyatakan maksud suami untuk rujuk kepada bekas istrinya, contohnya adalah, “Saya rujuk padamu”
10.           Ila’, Lian, Zihar, Khuluk, dan Fasakh
1.               Ila’
Ila’ adalah sumpah suami bahwa dia tidak akan mencampuri istrinya dalam masa lebih cepat bulan atau dengan tidak menyebut masanya. Ila’ merupakan tradisi orang-orang jahiliah Arab degan maksud untuk menyakiti istrinya dengan cara tidak menggauli dan membiarkan istrinya menderita berkepanjangan tanpa ada kepastian apakah dicerai atau tidak. Etelah Islam dating, tradisi tersebut dihapus dengan cara membatasi waktu ila’ palig lama empat bulan. Dengan demikian, apabila masa empat bulan itu sudah lewat, suami harus memilih rujuk atau talak. Apabila yang dipilih rujuk, suami harus membayar kafarat supah namun, jika yang dipilih talak, akan jatuh talak bain sugra.
2.               Lian
Lian adalah sumpah suami sebanyak empat kali yang menuduh istrinya telah berbuat zina pada sumpah yang kelima ia mengucapkan, “Laknat Allah atasku sekiranya aku berdusta dalam tuduhanku.”Sebaliknya, istri dapat menolak tuduhan tersebut dengan bersumpah sebanyak empat kali bahwa tuduhan itu tidak benar. Kemudian, pada sumpah yang kelima ia mengucapkan kata-kata, “Laknat Allah atas diriku sekiranya tuduhan itu benar.”
Apabila seseorang menuduh orang lain berzina, sedangkan saksi yang cukup tidak ada, orang itu dikenai hukuman dera (dipukul atau dicambuk) sebanyak 80 kali. Akan tetapi jika yang menuduh adalah suaminya sendiri, suami dapat memilih dua hal, yaitu dikenai dera 80 kali atau ia meian istrinya. Akibatnya hukum yang terjadi apabila lian suami itu benar adalah.
1.               suami tidak dikenai hukuman.
2.               Istri wajib dikenai hukuman dera 80 kali
3.               Suami istri bercerai selama-lamanya.
4.               Kalau ada anak, anak tersebut tidak dapat diakui oleh suami
3.               Zihar
Zihar adalah ucapan suami kepada istrinya bahwa istrinya menyerupai ibunya. Contohya, “Engkau tampak olehku seperti punggung ibuku.”Zihar pada zaman jahiliah merupakan cara untuk menceraikan istrinya. Setelah Islam datang, Islam melarang perbuatan itu. Apabila zihar terlanjur dilakukan oeh suami, ia wajib membayar kafarta dan dilarang mencampuri istrinya sebelum kafarat terbayar. Adapun kafaratnya adalah
1.               memerdekakan budak
2.               apabila tidak mampu, berpuasa 2 bulan berturut-turut
3.               apabila tidak mampu, memberi makan sebanyak a60 orang miskin.
4.               Khuluk
Khuluk adalah talak tebus, yaitu talak yang dijatuhkan oleh suami dengan ‘iwad (tebusan) oleh istri kepada suami. Khuluk dapat dilakukan apabila ada alasan-alasan sebagai berikut
1.               istri sangat membenci suaminya karena sebab-sebab tertentu dan dikhawatirkan istri tidak dapat mematuhi suaminya.
2.               Suami istri dikhawatirkan tidak dapat menciptakan rumah tangga bahagia dan akan menderita apabila pernikahan dipertahankan.
5.               Fasakh
Fasakh aadalah rusaknya ikatan pernikahan antara suami dan istri karena sebab-sebab tertentu. Sebab-sebab tersebut meliputi sebab-sebab yang merusak pernikahan dan sebab-sebab yang menghalangi tujuan pernikahan.
1.               sebab yang merusak pernikahan, yaitu
1) setelah menikah, ternyata diketahui bahwa istrinya itu adalah mahramnya;
2) salah seorang di antara suami istri keluar Islam;
3) pada mulanya suami istri sama-sama musrik, kemudian istri masuk Islam, sementara suaminya tetap musyrik atau sebaliknya.
2.               sebab-sebab yang menghalangi tujuan pernikahan, yaitu
1) terdapat penipuan dalam pernikahan, misalnya sebelum akad nikah suami mengaku orang baik-baik, tetapi ternyata jahat;
2) suami atau istri mengidap suatu penyakit atau cacat yang menyebabkan hubungan rumah tangga terganggu.
3) Suami atau istri hilang ingatan atau gila.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar